Seperti yang sudah aku duga, kedekatan kami tak
terasa menghadirkan rasa yang lain dihatiku.
Aku tak bisa sehari saja melupakan
dia. Semangatku tiap hari selalu menyala karena berharap dapat bertemu
dengannya. Mungkin hanya perasaanku saja, tapi kurasa dia juga ada perasaan
padaku. Atau hanya aku yang merasa kegeeran dengan semua sikap manisnya?
Setelah beberapa minggu ini kami menjalin
persahabatan, entah pada awalnya dari sebuah pertemanan biasa kami memutuskan
untuk menjalin seutas tali persahabatan, tapi lucunya setelah semua itu kami
seakan seperti menjalin seutas tali yang lebih dari sekedar persahabatan. Kami menjadi
saling melempar perhatian layaknya menari dalam rindu yang indah, satu hari
saja tidak memberi kabar rasa rindu ini akan muncul. Bahkan kami tidak ingin
hubungan ini diketahui teman-teman. Suatu hari aku mendengar kabar bahwa ia yang
kini selalu menemani hari-hariku ternyata menjalin hubungan dengan seseorang.
Rasanya hatiku saat itu terbang entah kemana,
mengelupas dengan sendirinya, wanita yang aku anggap berarti dan apa adanya itu
ternyata tak berbeda dengan wanita dari masa lalu yang membuat hatiku mati.
Pernah terbesit dalam pikiran ini mengapa “cinta tak harus memiliki, harusnya cinta seperti
dendam mesti terbalas”
Jatuh
cinta diam-diam membuatku merasa tegar dan kuat layaknya sebuah batu yang yang
tak tergoyahkan namun ketika kau menyadari semuanya itu kau menjawab bahwa “berharap kepada sesama manusia itu hanya
akan membuatmu kecewa, yang aku tau, aku cuma mau jalanin apa yang ada didepan
mata, ngikutin hati maunya gimana, tanpa harus berharap banyak maaf kalo
jawaban ini mengecewakan.”
Tidak, jawaban itu tidak mengecewakan justru melegakan
apa yang aku rasa. Namun jawaban itu seolah merapuhkan batu sedikit demi sedikit
yang aku sebut kekuatan hati, semuanya habis diserap rasa penasaran dan
prasangka yang dibangun sendiri.
Aku bersembunyi dibalik rintikan hujan yang mampu
menghapus tangisan ini, tangisan berselimut dalam keheningan, dan perasaan yang
tertutup agungnya pertemanan, setidaknya itu menurutku. Bagiku pertemanan ini
memang hanya pertemanan, semua kedekatan kita, canda tawa saat berbicara
tentang hal yang kamu suka, senyum yang kau reka tak sepenuhnya nyata. Senyum itu
tulus hanya saja terlempar dengan cepat seolah kau tak ingin aku melihatnya.
Layaknya rasa yang aku tahan, rasa yang terbalut dalam kekecewaan.
“Aku hanya temannya!!” teriaku dalam hati ini.
Aku kembali merenung
dibalik dinding pengecut yang hancur menjadi puing-puing egois yang memisahkan
rasa ini. Seharusnya aku sadar, semua hal yang baik-baik saja akan sekejap jadi
buruk jika perasaan ini hadir tiba-tiba. Maaf aku sudah jatuh terlalu dalam. Aku hanya bisa
merindu hingga menangis. Semoga kita tetap
menjadi pribadi yang selalu merasa cukup akan segala hal.
0 komentar:
Posting Komentar